ilustrasi |
“Gagasan Masyumi Reborn nampaknya dilatarbelakangi oleh kejayaan masa lalu, di mana Partai Masyumi pernah menjadi partai terbesar kedua setelah Partai Nasional Indonesia (PNI) pada pemilu 1955,” kata Karyono melalui keterangan tertulisnya, Rabu (4/3).
Namun, lanjut dia, untuk mewujudkan kejayaan Masyumi di masa kini tentu tidak mudah. Apalagi menjadikan Partai Masyumi sebagai satu-satunya partai Islam, akan menghadapi berbagai tantangan berat. Apalagi menghadapi sindrom tumbuhnya partai politik di tengah euforia demokrasi yang membuka ruang bagi siapapun termasuk tokoh-tokoh Islam untuk mendirikan partai politik.
“Karena itu, upaya untuk mewujudkan Partai Masyumi sebagai wadah tunggal umat Islam diperlukan kerja keras dan waktu yang sangat panjang untuk menyatukan visi, kesamaan pandangan, dan satu kesamaan kepentingan umat islam,” katanya.
Gagasan tersebut bisa diakselerasi jika ada momentum yang dapat membuat tokoh dan pemimpin umat islam bersatu. “Tapi sekali lagi, langkah tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan,” tuturnya.
Menurut dia, mengembalikan kejayaan Masyumi di masa lalu tidak bisa hanya dengan cara copy paste. Pasalnya, zaman sudah berubah, dinamika politik sudah berubah, dan cara pandang masyarakat telah mengalami pergeseran.
Terkait dengan wacana Masyumi Reborn atau menghadirkan kembali Partai Masyumi sejatinya bukan hal baru. Pada pemilihan umum tahun 1999 sudah ada partai yang menggunakan nama Masyumi Baru.
“Partai ini gagal memperoleh kursi di parlemen karena hanya mendapatkan suara sebanyak 152.589 suara atau 0,14 persen. Partai ini sama sekali tidak mendapatkan kursi di DPR,” katanya.
0 Komentar