Konstitusi baru Suriah yang dibuat tahun 2012 telah mengubah peta politik lokal di Suriah.

Presiden kini dipilih langsung oleh rakyat dan tidak lagi menggunakan sistem referendum dengan satu calon ya atau tidak.

Syarat menjadi presiden di Suriah banyak salah satunya adalah diusung minimal 35 anggota legislatif/parlemen.

Dengan demikian pilihan calon bisa lebih banyak dan memungkinkan calon independen nyapres asal diusung 35 anggota parlemen itu.

Ciri khas berikutnya pemilu Suriah, khususnya di daerah yang dikuasai Bashar Al Assad adalah presiden memimpin selama 6 tahun dan tidak ada pembatasan periode, alias bisa kembali nyalon jika memenuhi syarat yang ditentukan.

Untuk tahun 2020 ini akan diadakan pemilihan anggota legislatif/parlemen. Suriah tidak memiliki senat atau DPD.

Sejak 2012, Suriah menganut sistem multipartai. Dan terbagi ke koalisi atau aliansi pemerintah dan koalisi oposisi.

Oposisi di sini maksudnya adalah di wilayah Bashar Al Assad.

Sementara istilah oposisi yang sering terdengar di berita adalah Koalisi Suriah, lembaga tandingan pemerintah Suriah yang diakui oleh beberapa negara.

Koalisi Suriah ini telah membentuk pemerintahan interim di pengasingan bernama SIG. Ada lagi pemerintahan penyelamat (SG) di Idlib yang bukan wilayah yang dikuasai Bashar Al Assad, dan pemerintahan otonomi NES.

Bashar Al Assad tentunya akan mendukung partainya yang masuk dalam koalisi pemerintah untuk meraup kursi terbanyak.

Ada dugaan, partai-partai kecil yang masuk dalam koalisi pemerintah itu sebenarnya sudah dirancang dari awal untuk tetap kecil, artinya hanya memiliki kursi yang sedikit.

Mereka hanya berkampanye di wilayah yang berpotensi tidak memilih caleg dari Partai Baath.

Karena hanya partai boneka yang sepenuhnya dibiayai dan didirikan oleh koalisi pemerintah, maka kemungkinan untuk menolak sangat sedikit. Patut diingat pimpinan Partai Baath adalah Bashar Al Assad yang juga pimpinan koalisi pemerintah.

Jika semisal sebuah partai menolak cara main koalisi, maka koalisi tersebut ginggal dikeluarkan dan dibentuk partai baru lagi. Mirip seperti koalisi ecek-ecek.

Sebagai contoh, di daerah Daraa, Suriah Selatan yang dulunya dikuasai pemberontak, kini sudah rekonsiliasi tapi masih belum sepenuhnya berdamai dengan Assad karena intelijen pemerintah masih sering melakukan operasi pembunuhan misterius ke tokoh-tokoh setempat.

Bahkan pasukan pemberontak yang bergabung dengan militer Assad hanya tunduk kepada Rusia bukan kepada panglima angkatan bersenjata.

Daerah ini berpotensi memilih caleg yang bukan partai pemerintah (Baath).

Nah, partai kecil yang masuk dalam koalisi pemerintah memasuki daerah tersebut untuk menggangu perolehan suara parpol lain khususnya dari koalisi oposisi atau non-pemerintah.

Walaupun semuanya sudah seperti dirancang untuk tidak sempurna, di atas kertas ini sebuah kemajuan dari sistem satu partai sebelumnya, karena membuka peluang presiden bisa diganti, parlemen terpilih secara jurdil walaupun semuanya sangat sulit terjadi.

Di wilayah SIG, SG dan NES, belum dilakukan pemilu yanh melibatkan pemilih individu karena masih banyaknya rakyat yang mengungsi.

Namun, pemilihan PM atau Presidennya dilakukan oleh anggota majelis yang ditunjuk. Mungkin sistem ini akan semakin matang jika sudah aman.